Rabu, 15 Januari 2014

contoh kajian pustaka

2.1 KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian sebelumnya yang

telah dilakukan. Kajian terhadap hasil penelitian sebelumnya ini hanya akan dipaparkan

beberapa penlitian sejenis yang berkaitan dengan permasalahan nilai edukatif.

Diantara skripsi yang membahas tentang kajian penokohan adalah karya

Titiek Purwaningsih (2006) dengan judul “Perbandingan Nilai Edukatif dan Karakteristik

Tokoh Wanitadalam Novel La Barka karya N.H Dini dengan Larung karya Ayu Utami”

Tinjauan intertekstual: Penelitian tersebut berkesimpulan berdasarkan analisis struktur,

unsure-unsur kedua novel tersebut menunjukkan paduan dan hubungan yang harmonis

dalam mendukung totalitas makna. Struktur yang membangun kedua novel tersebut antara

lain, tema, penokohan, alur, dan latar. Adapun berdasarkan perbandingan nilai edukatif dan

karakter tokoh wanita melalui tinjauan intertekstualitas dapat dikemukakan kesimpulan

bahwa nilai edukatif dalam Novel La Barka dan Larung adalah nilai pendidikan agama,

social, moral, dan estetika.

Persamaan nilai edukatif dalam novel La Barka dan Larung adalah nilai pendidikan agama

dan social. Nilai pendidikan yang disampaikan oleh pengarang kedua novel tersebut adalah

kita harus mempercayai adanya Tuhan dan hari akhir atau kiamat. Nilai social mengajarkan

kepada manusia untuk saling tolong-menolong. Perbedaan nilai pendidikan dalam novel La

Barka dan Larung adalah pada nilai pendidikan moral dan estetika. Nilai pendidikan moral

novel La Barka adalah mengajarkan untuk bijaksana dalam mengajarkan manusia untuk

saling menyayangi dan mengupayakan keadilan.

Giovanny mario (2013) dengan judul “ A Psycoanalysis and BiographicalAnalysis on the

Main Character As Well As The Author of Sherlock Holmes: a Study in Scarlet” karya Sir

Arthur Conan Doyle.

Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa kepribadian seseorang di dunia ini bisa dibilang

tidak ada yang sama. Setiap orang memiliki sifat-sifat yang membuatnya unggul dibanding

yang lain, namun di lain pihak ada juga sifat-sifat yang membuat mereka dianggap aneh,

bahkan mengerikan. Masing-masing orang memiliki pemikiran dan motif yang berbeda-
beda. Seperti halnya di dunia nyata, tokoh fiksi seperti yang ada didalam novel atau film juga

memiliki kepribadian. Itulah salah satu aspek dari karya sastra yang tidak bisa ditinggalkan.

Kesimpulan lain yang penulis dapatkan adalah karakter utama dalam novel ini memiliki

karakteristik seperti egois, suka melukai diri sendiri dan juga perfeksionis. Sherlock Holmes

merupakan seorang detektif yang jenius, tetapi terkadang untuk memenuhi rasa ingin

tahunya dia tidak segan-segan melukai dirinya sendiri. Seperti di bagian awal novel dimana

dia sedang melakukan eksperimen dengan mengabil sampel darah dari tangannya sendiri.

Dia bisa saja menggunakan sampel darah dari objek lain seperti binatang, namun tidak dia

lakukan. Asalkan dia bisa membuktikan dirinya benar melalui eksperimennya, dia tidak

peduli bila dirinya harus terluka dalam prosesnya.

Kesimpulan lainnya adalah bahwa si penulis novel memasukan cukup banyak bukti yang

dapat menyatakan bahwa hubungan antara pengalaman pribadinya dan isi novel tersebut

cukup berkaitan. Di dalam kehidupan nyata, si penulis merupakan seorang dokter dan penulis

karya sastra. Dia menuliskan cerita novelnya dalam sudut pandang pertama salah satu

karakternya, John Watson. Sama seperti Arthur, Watson juga merupakan seorang dokter dan

penulis. Setelah menyelesaikan kasusnya bersama Holmes, Watson secara sukarela bersedia

menuliskan kasus-kasus yang mereka jalani bersama ke dalam sebuah tulisan. Hal ini

membuat baik Arthur maupun Watson memiliki kesamaan profesi. Dari beberapa kesamaan

yang penulis berhasil temukan selama proses analisis, dapat dikatakan bahwa novel tersebut

merupakan suatu bentuk eskpresi Sir Arthur Conan Doyle terhadap kehidupannya pribadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar