2.1 KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan. Kajian terhadap hasil penelitian sebelumnya ini hanya akan dipaparkan
beberapa penlitian sejenis yang berkaitan dengan permasalahan nilai edukatif.
Diantara skripsi yang membahas tentang kajian penokohan adalah karya
Titiek Purwaningsih (2006) dengan judul “Perbandingan Nilai Edukatif dan Karakteristik
Tokoh Wanitadalam Novel La Barka karya N.H Dini dengan Larung karya Ayu Utami”
Tinjauan intertekstual: Penelitian tersebut berkesimpulan berdasarkan analisis struktur,
unsure-unsur kedua novel tersebut menunjukkan paduan dan hubungan yang harmonis
dalam mendukung totalitas makna. Struktur yang membangun kedua novel tersebut antara
lain, tema, penokohan, alur, dan latar. Adapun berdasarkan perbandingan nilai edukatif dan
karakter tokoh wanita melalui tinjauan intertekstualitas dapat dikemukakan kesimpulan
bahwa nilai edukatif dalam Novel La Barka dan Larung adalah nilai pendidikan agama,
social, moral, dan estetika.
Persamaan nilai edukatif dalam novel La Barka dan Larung adalah nilai pendidikan agama
dan social. Nilai pendidikan yang disampaikan oleh pengarang kedua novel tersebut adalah
kita harus mempercayai adanya Tuhan dan hari akhir atau kiamat. Nilai social mengajarkan
kepada manusia untuk saling tolong-menolong. Perbedaan nilai pendidikan dalam novel La
Barka dan Larung adalah pada nilai pendidikan moral dan estetika. Nilai pendidikan moral
novel La Barka adalah mengajarkan untuk bijaksana dalam mengajarkan manusia untuk
saling menyayangi dan mengupayakan keadilan.
Giovanny mario (2013) dengan judul “ A Psycoanalysis and BiographicalAnalysis on the
Main Character As Well As The Author of Sherlock Holmes: a Study in Scarlet” karya Sir
Arthur Conan Doyle.
Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa kepribadian seseorang di dunia ini bisa dibilang
tidak ada yang sama. Setiap orang memiliki sifat-sifat yang membuatnya unggul dibanding
yang lain, namun di lain pihak ada juga sifat-sifat yang membuat mereka dianggap aneh,
bahkan mengerikan. Masing-masing orang memiliki pemikiran dan motif yang berbeda-
beda. Seperti halnya di dunia nyata, tokoh fiksi seperti yang ada didalam novel atau film juga
memiliki kepribadian. Itulah salah satu aspek dari karya sastra yang tidak bisa ditinggalkan.
Kesimpulan lain yang penulis dapatkan adalah karakter utama dalam novel ini memiliki
karakteristik seperti egois, suka melukai diri sendiri dan juga perfeksionis. Sherlock Holmes
merupakan seorang detektif yang jenius, tetapi terkadang untuk memenuhi rasa ingin
tahunya dia tidak segan-segan melukai dirinya sendiri. Seperti di bagian awal novel dimana
dia sedang melakukan eksperimen dengan mengabil sampel darah dari tangannya sendiri.
Dia bisa saja menggunakan sampel darah dari objek lain seperti binatang, namun tidak dia
lakukan. Asalkan dia bisa membuktikan dirinya benar melalui eksperimennya, dia tidak
peduli bila dirinya harus terluka dalam prosesnya.
Kesimpulan lainnya adalah bahwa si penulis novel memasukan cukup banyak bukti yang
dapat menyatakan bahwa hubungan antara pengalaman pribadinya dan isi novel tersebut
cukup berkaitan. Di dalam kehidupan nyata, si penulis merupakan seorang dokter dan penulis
karya sastra. Dia menuliskan cerita novelnya dalam sudut pandang pertama salah satu
karakternya, John Watson. Sama seperti Arthur, Watson juga merupakan seorang dokter dan
penulis. Setelah menyelesaikan kasusnya bersama Holmes, Watson secara sukarela bersedia
menuliskan kasus-kasus yang mereka jalani bersama ke dalam sebuah tulisan. Hal ini
membuat baik Arthur maupun Watson memiliki kesamaan profesi. Dari beberapa kesamaan
yang penulis berhasil temukan selama proses analisis, dapat dikatakan bahwa novel tersebut
merupakan suatu bentuk eskpresi Sir Arthur Conan Doyle terhadap kehidupannya pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar